Generasi Poni Lempar :Mengenali kembali subkultur organik 2000-an

kellinquinn/pinterest

Posthardcore atau musik emo yang terlahir dari sub genre Punk-Rock yang lebih introvert

Memiliki ciri khas dari kepenulisan lirik yang emosional, jujur dan mendalam. sering kali liriknya menggambarkan perasaan kecemasan, kesedihan, kebingungan, dan kekecewaan dengan balutan sastra yang tajam dan puitis

Dengan gaya vokal yang penuh gairah teriakan kesedihan, tabuhan drum (biasanya doubel pedal) yang penuh gejolak, memicu adrenalin ke dalam jantung, melodi yang kompleks serta Riff-Riff gitar yang melankolis, sebuah paduan musik yang bisa menyentuh dan menyayat hati pendengarnya

Genre musik Emo atau subkulture Emo bukan hanya mempengaruhi panorama musik itu sendiri

Gerakan ini merupakan integral gaya hidup, fashion sebagai identitas, dan pandangan dunia

PTV/pinterest

Genre atau subkultur ini telah menjadi fenomena pada awal 2000an dan menjadi isu yang viral pada masa itu, dikarenakan ciri khas dari musik ini yang mengangkat lirik bertemakan tentang kecemasan, depresi, keputusasaan, dan kebingungan emosional, yang bisa menjadi cermin bagi beberapa pendengar, yang juga mengalami perjuangan emosional serupa, nampaknya menggiring remaja-remaja pada era itu untuk melakukan hal-hal self destructive.

Band- band seperti Saosin, Alesana,  pierce the veil, asking alexandria, sleeping with sirens, fall out boys, MCR atau My Chemical Romance adalah nama-nama besar band emo post-hardcore yang terkenal di penjuru dunia

Dan di indonesia seperti yang kita tau, dengan gaya berpakaian yang serba hitam, eyeliner serta gaya rambut yang berponi camuri (cakar muka sendiri) telah menjadi stereotip dari subkultur ini

Meskipun begitu penggemar subkultur ini masih militan sampai sekarang meskipun kurang muncul atau terekspose ke permukaan, percayalah mereka masih ada, menghadapi segala tantangan stereoptip negatif dari masyarakat

Mereka menyatakan bahwa musik ini sebenarnya dapat menjadi bentuk terapi yang kuat dan cara untuk mengungkapkan dan mengatasi emosi yang rumit.

Terlepas dari segala perdebatan masyarakat pada subkultur ini, musik tetap lah musik. Tergantung individunya ingin memakai musik dan memaknai musik itu seperti apa, dengarkan yang kalian suka hilangkan stereotip negative, jangan mau di setir FYP, jadilah dirimu sendiri.

Dah seginiAjaDulu.

Comments

Post a Comment

Popular Posts

Content Writer Untuk Bapak

Kamu Seniman Visual? Kini Saatnya Upgrade! Kuas Dan Kanvas Senimu, Dengan Laptop ASUS AI Vivobook S14 OLED M5406.

Opus.