Posts

Showing posts with the label Fuisi

2.50 X 1.25

Image
menggembala mencari, teduh,  hingar bingar hampa membalut dosa dengan lupa menambal pendar nyalakan temaram mengunyah tabir,  menyumpal kata man robbuka? berulang kali, kau coba warnai kanvas di tengah hujan menantang, badai salju menggelinding angkat jangkar,  berlayar, rotasi haluan tujuh makam yg telah di tetapkan yg menjadi, maka terjadi layu, langkah terhenti, rintih dan tawa mati di tikam sunyi tanggalkan mimpi, bertaruh kepada api ini abadi hancur, remuk waktu melebur metafora universal di satu tarikan nafas.

Opus.

Image
artwork by https://www.instagram.com/cabutbentar/ Terbaring langkah dalam labirin tak berujung, Di arena kehidupan yang terus berputar.~ Panggung doa sudah di gelar, anatomi dosa menanggalkan pakaiannya Tertunduk, tersumpal dogma kepalsuan Gelombang penyesalan tergerus, replika baptis terhampar di permukaan ranjang Mengerutkan makna dalam ruang ke sucian, mengubah esensi menjadi keruh Menyusup, dalam aliran darah, seperti mantra yang terucap tanpa suara Adakah ketulusan yang bersinar? tumbangkan bayangan-bayangan semu, terangi setiap lorong dalam jiwa Adakah ketulusan yang bersinar? Bakar, hanguskan benang-benang dosa di tubuh yang terpatri. Nada suram menggema, harmonisasi paduan suara duka  mengucur, deras keringat di bayar tunai terbuang, manufaktur replika hidup, di atas dinding-dinding hati yang rapuh Bernafas nafsu naluri hewani Menyelam semakin dalam  menggarap dusta berharap lupa Menyamarkan api neraka, Nilai-nilai surga tak lagi sakral Di atas kanvas surga, neraka, pahala dan

PERTARUHAN!

Dadu berputar, Menari di udara, mengikuti irama kesunyian, Angka tersembunyi, rahasia di balik sisi, kegelisahan mengungkap takdir di setiap lemparan. Di sudutku yg gelap dan lembab, sakitku bergumam, Cerita masa lalu, dan pesan dari masa depan tersembunyi dalam genggaman dadu berbisik, tentang keberuntungan melangkah, bertaruh pada ketidak pastian, lagi pula puncak resiko dunia adalah kematian. menari di lintasan ruang dan waktu, merobek misteri, dalam lembaran kehidupan yang bertaut kegetiran mengalir dalam sepi, aku memanggil namamu merimbunkan lantunan doa aku menunggu, di dalam putaran dadu. 

Dramaturgi Proletariat

Denting palu dan besi jam tujuh pagi, hingga mentari tenggelam di penghujung hari satu jam untuk kopi, dan mi instan. Sial, Dimana rokok ku tadi malam? setengah umur, kami buang ke ruang bakar mesin-mesin menempa sendok nasib  cepat tanpa akhir tidur dan bermimpi kian sulit cekung mata, wajah letih, tangan penuh guratan luka kami ayam jantan! yang mengantri untuk di potong rajutan pelangi telah habis di kepul waktu ledakan fakta dan rencana masa depan celana dalam yg basah di merak utara sirine berbunyi, matahari sudah berdasi, bersiaplah bercemas-cemas, kenyataan masih sama, siap-siap tikungan kiri Tajam!.

Dua puluh lima

Waktu seolah memanjang dan melebar Tumbuh dan sekarat di setiap detiknya Menunda air mata Terlelap, di atas ranjang kesenangan   Mimpi ke mimpi Botol demi botol Merawat nafsu dan ego, dalam semu liang kelabu   Nanti saja, dua puluh lima Masih terlalu dini dan malas, katamu   Apa yang kau butuh ? Apa yang kau perlu ?> Apa yang kau ingin ? Sudah ku jahit jawaban, kurang pas Terlalu sempit, dalam bayangan   Penuhi semua ekspektasi dunia, yang tak pernah berhenti berputar Makan semua, sampai kenyang, muntah, menyesal, dan ulangi lagi besok.

Menziarahi pemakaman lama

Dalam pangkuan malam ku seduh dendam Hitam, Sepekat bibir di ujung gelas. Kepada jalan, lampu-lampu menelanjangkan cahaya Rindu-rindu menjadi hujan, membasuh relung-relung jiwa yang kosong   “boleh kutuliskan namamu, dan omong kosongmu dulu? Dengan darahku sebagai tintanya”   Mengemas semua renjana dari parasmu Menyambut laknat dari senyumanmu Menggantungkan harapan pada bulu matamu Menahan pedih, di setiap duri pada pelukanmu Hanya jentaka yang ku ingat, dari setiap jengkal aromamu Mendewasakan rasa pahit Dalam ruang, yang dulu pernah kau tempati Dalam kamarku,   Bulan sedang mabuk di angkasa Bintang-bintang tengah manggung di pusat kota Mentari terlelap   di ujung barat, Membagi cahaya. Datanglah, hanguskan semua dengan pijarmu hingga tak tersisa Kubur luka yang membusuk, di bawah batu nisan bertuliskan “aku sudah selesai”   Hilang kehilangan Sebuah kisah telah usang Pemerannya terlanjur asing Kata-kata sudah lenyap, di dalam nask

Selamat ulang tahun!

Slamat ulang tahun, slamat ulang tahun, selamat ulang tahun aku, slamat ulang tahun! Aku bukan kamu, atau sebuah nama Kedua kata itu terlalu tabu untuk di ucap Mengisi ruang hampa dan lembab, yang telah kosong selama puluhan tahun Fatamorgana rumah, perlahan hilang terkikis oleh realita Hangat pelukmu telah membeku Asap kretek dari bibir hitammu telah berbaur, bersama polusi kota Lauk pauk hangat sisa kemarin, dan janji materialitismu, jika aku juara Satu Semua bab dan halaman-halaman masih utuh Jangan khawatir, aku sudah makan, mandi, dan memangkas rambut Maaf, ibadahku saja yang masih jarang   DIY, 11-3-23

SHIFT MALAM

 Waktu menyiarkan realita Aku terbangun dari mimpi, yang tak kunjung terlelap Ku lipat angan dan harapan, di balik bantal Ku basuh tubuhku dengan kemurnian malam   Dari tubuhmu: adakah yang terlewat dari luka?   Bersiap, setelah bersembunyi dari kemunafikan siang Aku kembali, menjejaki, lingkaran setan itu (lagi). -12 November 22-

Tidak ada saku di kain kafan

Seperti biasa, kau berendam di secangkir kopi, dalam sauna asap kretek Sunyi pun menghampiri “Siapa?” “Ini temanmu ketidakpastian” Benar memang melamun mendatangkan keraguan   Tapi kau veteran dalam kehilangan arah, membelah belantara Dengan ambisi, tenang melangkah Di tepi, tertimbun jurang sepi   Eksistensi menyelenggarakan hidup Lanjutkan, Sendiri, jatuh dan mati Luka-luka fatamorgana   Perjalananmu adalah keranda, barometer makna Dan antidot, di dimensi berikutnya   Hanya mandi yang kau butuh, berkemas Sisanya hanya nafsu dan malas   Secuil proses dari produk besar yang masih menjadi misteri Lepaskan saja, Lagi pula, tak ada saku di kain kafan   DIY, 15-09-23

AKU, BUKU DAN TROTOAR JALAN.

Dua dasawarsa mengurai tanda tanya Mencari jalan di persimpangan Adakah kabar dari masa depan?   Nirmana, bercumbu dalam balutan sastra dan semiotika Bisakah aku menggambar diriku Begitu naif aku, dengan aku Awal mana yang baik?   Bila kematian adalah kepastian Waktu telah mengajariku, Berdamai dengan rasa sakit   Batu mana yang kau jadikan kepala Menginjak kata yang belum kokoh untuk berdiri Ranjang lapar dan haus adalah tempat peristirahatanmu Akibat, kau panjangkan ego hingga sebahu   Membaca tanpa logika Diriku tanpa aku Berjalan tanpa telinga Hidup terlalu singkat, untuk pertanyaan Dan merepotkan, untuk mencari jawaban.

Memasak ingatan

Image
artwork by https://www.instagram.com/cabutbentar/ Di restoran megah Beratapkan tanda tanya Di sudut hampa, dalam jurang kesepian Aku, duduk Bersama asap fatamorgana   Aroma kepalsuan, mulai merebak Menyembuhkan luka, akibat terkena tikaman tak kasat mata "mau pesan apa?” "aa..aa..aku ingin memesan, baptis aku dengan masakanmu!”   Di dapur, tangan -tangan manipulator ulung, bersiap memanipulasi Di atas api rekayasa, Di ceburkannya butiran-butiran bayangan, sebagai bumbu tambahan, dan selembar nostalgia, Yang ia petik dari pohon sejarah, yang ditanamnya sendiri Tak lupa, bumbu-bumbu penyedap ingatan, dan kesan, Yg diciduk dari kendi air mata, Bercumbu dan melebur   “Bila kau kelaparan, romantisme yang di hidangkan, mungkin lebih nyata dari masakannya. Dan jika boleh, untuk mengenyangkan hatimu, akan ku siapkan kata-kata setengah matang, sebagai makanan untuk kau santap.”   Irama Langkah kaki mengetuk-ngetuk ubin yg dingin, Mengantarkan