~While I'm addressing your head as my favourite bookstore Warna jingga dan ungu yang beradu, di atas kanvas langit senja bagai lukisan abstrak, sang maestro langit dan bumi, Angkasa seorang pemuda pengangguran berusia 27 tahun, sedang bermalas-malasan di depan rumah nya, dengan segelas kopi sisa omong kosong nya tadi malam. Dari dalam muncul sesorang pria tua renta yang berjalan lunglai, menahan sakit dari rematik, sebuah rasa sakit pada tulang dan sendi seperti ribuan jarum yang tertancap pada kedua kakinya, dengan susah payah dia meraba kursi itu mencari celah mengatur posisi agar bisa duduk dengan nyaman, di samping pemuda itu “Sudah ashar-ran nak” “belum sebentar, ngabisin kopi” “jangan terlalu di pikir Sa, ngadu ke tuhan, minta jalan insya allah nanti ada jalannya” “nah, buat temen ngopi” ucap pria tua itu sambil menyerahkan satu bungkus rorok kretek Dan dia menghilang. ~kumenunggu maghrib Di penghujung kata Mencaci liciknya dunia Meromantisasi lelahnya...
"Teknologi memberi kita alat untuk menciptakan seni yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Terserah kita untuk menggunakannya dengan bijak dan menciptakan sesuatu yang indah." - Shezad Dawood, Seniman Visual Dalam era digital yang semakin maju, kini seniman visual menghadapi peluang dan tantangan baru untuk mengekspresikan kreativitasnya. tak hanya kemahiran memainkan garis, estetika bentuk, serta harmonisasi paduan warna di atas platform kanvas seni. Seiring dengan perkembangan teknologi, digitalisasi peralatan seperti laptop telah menjadi senjata yang sangat penting bagi seniman visual modern. seperti yang di katakan seorang seniman kontemporer asal jepang Yayoi kusama "Digitalisasi bukan tentang menggantikan seni tradisional, tetapi tentang memperkaya dan melestarikannya." Digitalisasi telah merevolusi berbagai aspek kehidupan, Dunia seni pun tak luput dari pengaruhnya. Lahirnya teknologi digital seperti laptop, menghadirkan segudang cara baru bagi para sen...
BAB I “Meneguk malam dari botol kaca” sebuah metafora sederhana, untuk me-nyederhanakan masalah yang rumit setidak nya untuk malam ini, disini. Di tengah pangkuan malam, aku duduk di bawah rembulan utuh, Sinarnya, terangi setiap relung kosong yang telah kau tinggalkan. Desing kereta semakin memperdalam rasa sepi yang menggerogoti jiwa. Persis! Pada saat itu, saat dimana pekik-an rasa sakit menjalar di kerongkongan, tapi apalah daya pita suara tak mampu mengumandangkannya. BAB II Hey cantik Coba kau catat keretaku tiba pukul empat sore Tak usah kau tanya aku ceritakan nanti Hey cantik Ke mana saja tak ada berita sedikit cerita Tak kubaca lagi pesan di ujung malam Dan Jakarta muram kehilanganmu Terang lampu kota tak lagi sama Lagu yang pas sebagai teman perjalanan yang hangat, di tambah dengan pemandangan langit sore yang menelanjangkan senja-nya di atas hamparan padi-padi hijau, yang saat ini kulewati dengan 8 gerbong baja, yang di tarik 1 lokomotif pada jalurny...
Comments
Post a Comment