Posts

PERTARUHAN!

Dadu berputar, Menari di udara, mengikuti irama kesunyian, Angka tersembunyi, rahasia di balik sisi, kegelisahan mengungkap takdir di setiap lemparan. Di sudutku yg gelap dan lembab, sakitku bergumam, Cerita masa lalu, dan pesan dari masa depan tersembunyi dalam genggaman dadu berbisik, tentang keberuntungan melangkah, bertaruh pada ketidak pastian, lagi pula puncak resiko dunia adalah kematian. menari di lintasan ruang dan waktu, merobek misteri, dalam lembaran kehidupan yang bertaut kegetiran mengalir dalam sepi, aku memanggil namamu merimbunkan lantunan doa aku menunggu, di dalam putaran dadu. 

Kenapa Menulis?

Kenapa Menulis? Kenapa Menulis? Sebelum saya berbacot ria, mari kita mundur ke tahun 3.500 SM dimana tulisan pertama kali di temukan, di tablet batu kapur di situs kota sumeria kuno yang bernama kish, yang terletak di irak modern.   “Jauh amat mundur lu?” “JAS MERAH KAMERAD!”   Bentuk tulisan ini merupakan objek awal sistem kepenulisan yang dapat diuraikan, dikenal, dan dapat digunakan oleh manusia,  s istem kepenulisan ini sudah dipakai selama sekitar 3000 tahun dan menghasilkan ratusan ribu tablet tanah liat dan benda bertul is Para arkeolog pun baru menemukan sekitar abad ke-19 lebih banyak lagi tulisan seperti itu, untuk dikembangkan dan digunakan hingga sekarang. LANJUT >> jadi kenapa Menulis? Mungkin dari sekian banyak orang yang menulis ada banyak juga alasan yang berbeda-beda CONTOH: Menulis mungkin media terbaik dan nyaman yang dia punya untuk mengekspresikan diri membagikan cerita, gagasan, buah pikir atau bahkan untuk menghibur diri ...

Masturbasi Otak!

Dua puiuh lima tahu kau hidup, membuang-buang napasmu, menyia-nyiakan cerita di atas dunia. Kau pikir kau hebat? Egomu bukan poros dunia BODOH! Tiap detik kau lewati, duduk di atas omong kosongmu menatap cangkir kopi,  dengan rokok terselip di sela jari. Mana ada wanita yang mau pada lelaki yang paginya sarapan puisi, siangnya menelan makna,  dan malamnya meneguk kata dari dalam botol kaca   Lihat dirimu dengan perut yang kelewat offside itu!   Lebih baik olah pikir dan olah rasa katamu?   Hei sadar!!! Kau hidup di hari ini Cukup wajahmu tampan, badanmu bagus, dan tahan lama Maka dipermudahlah kau memasuki jalan tol menuju kesejahteraan hidup. Itulah pedoman hidup di hari ini Dan kalaupun sial dan gagal, tenang saja sudah kusiapkan pemakaman mimpi di samping tempat tidurmu.

Dramaturgi Proletariat

Denting palu dan besi jam tujuh pagi, hingga mentari tenggelam di penghujung hari satu jam untuk kopi, dan mi instan. Sial, Dimana rokok ku tadi malam? setengah umur, kami buang ke ruang bakar mesin-mesin menempa sendok nasib  cepat tanpa akhir tidur dan bermimpi kian sulit cekung mata, wajah letih, tangan penuh guratan luka kami ayam jantan! yang mengantri untuk di potong rajutan pelangi telah habis di kepul waktu ledakan fakta dan rencana masa depan celana dalam yg basah di merak utara sirine berbunyi, matahari sudah berdasi, bersiaplah bercemas-cemas, kenyataan masih sama, siap-siap tikungan kiri Tajam!.

Dua puluh lima

Waktu seolah memanjang dan melebar Tumbuh dan sekarat di setiap detiknya Menunda air mata Terlelap, di atas ranjang kesenangan   Mimpi ke mimpi Botol demi botol Merawat nafsu dan ego, dalam semu liang kelabu   Nanti saja, dua puluh lima Masih terlalu dini dan malas, katamu   Apa yang kau butuh ? Apa yang kau perlu ?> Apa yang kau ingin ? Sudah ku jahit jawaban, kurang pas Terlalu sempit, dalam bayangan   Penuhi semua ekspektasi dunia, yang tak pernah berhenti berputar Makan semua, sampai kenyang, muntah, menyesal, dan ulangi lagi besok.

Menziarahi pemakaman lama

Dalam pangkuan malam ku seduh dendam Hitam, Sepekat bibir di ujung gelas. Kepada jalan, lampu-lampu menelanjangkan cahaya Rindu-rindu menjadi hujan, membasuh relung-relung jiwa yang kosong   “boleh kutuliskan namamu, dan omong kosongmu dulu? Dengan darahku sebagai tintanya”   Mengemas semua renjana dari parasmu Menyambut laknat dari senyumanmu Menggantungkan harapan pada bulu matamu Menahan pedih, di setiap duri pada pelukanmu Hanya jentaka yang ku ingat, dari setiap jengkal aromamu Mendewasakan rasa pahit Dalam ruang, yang dulu pernah kau tempati Dalam kamarku,   Bulan sedang mabuk di angkasa Bintang-bintang tengah manggung di pusat kota Mentari terlelap   di ujung barat, Membagi cahaya. Datanglah, hanguskan semua dengan pijarmu hingga tak tersisa Kubur luka yang membusuk, di bawah batu nisan bertuliskan “aku sudah selesai”   Hilang kehilangan Sebuah kisah telah usang Pemerannya terlanjur asing Kata-kata sud...

Selamat ulang tahun!

Slamat ulang tahun, slamat ulang tahun, selamat ulang tahun aku, slamat ulang tahun! Aku bukan kamu, atau sebuah nama Kedua kata itu terlalu tabu untuk di ucap Mengisi ruang hampa dan lembab, yang telah kosong selama puluhan tahun Fatamorgana rumah, perlahan hilang terkikis oleh realita Hangat pelukmu telah membeku Asap kretek dari bibir hitammu telah berbaur, bersama polusi kota Lauk pauk hangat sisa kemarin, dan janji materialitismu, jika aku juara Satu Semua bab dan halaman-halaman masih utuh Jangan khawatir, aku sudah makan, mandi, dan memangkas rambut Maaf, ibadahku saja yang masih jarang   DIY, 11-3-23